I. Basic
Fact & Field Analysis
Saat ini
(H-7) final perhitungan KPU baru tahap final rekapitulasi di tingkat PPK
(Kecamatan), dari form C1 real count JW–JK unggul 53% di 22 provinsi di
Indonesia. Kecenderungan ini memperkuat temuan quick count bahwa
kemenangan Kubu JW–JK di pilpres 2014 semakin mendekati kenyataan. Namun
realita politik dari Kubu Prahara gencar melakukan publik opini untuk
mendegradasi kemenangan melalui quick
count tersebut. Tercatat dari mulai 10 Juli 2014 di lapangan:
- Di Social Media, secara terorganisir terus menerus mengkampanyekan bahwa Jokowi Komunis, non Muslim dan akan meluluhlantakkan sistem politik dan ekonomi Indonesia jika menang, karena keterbatasan kapasitas dan didukung oleh asing melalui konglomerat hitam dan jenderal-jenderal antek asing. Selain itu hacker Kubu Prahara gencar “ngebom” akun Facebook, Twitter, Blog dari Kubu Jokowi sehingga tidak dapat beroperasional dengan layak.
- Di Media Massa, secara serius melakukan pendegradasian kemenangan Jokowi–JK dalam konteks publik opini. Hal ini karena kecerobohan MSP yang segera mendeklarasikan hal tersebut di publik, sementara penghitungan cepat baru berlangsung rata-rata 80%. Publik dan sebagian elit yang tidak mengerti proses dan methodologi menganggap ini arogan dan penyesatan informasi. Kubu Prahara memanfaatkan hal ini dengan mendeklarasikan juga 4 quick count yang dilakukan oleh Kubu Prahara: LSN (Lembaga Survey Nasional) milik Ketua Timses Prahara, Mahfud MD; IRC (Indonesia Research Center) dibiayai oleh Hary Tanoe) dan berkantor di Gedung MNC Tower Lt. 26, binaan Deyung mantan Jurnalis Sindo MNC Group; lalu dari Puskabtis (binaan Akbar Tandjung) yang terkenal dengan polling abal-abal untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas seorang tokoh Puskabtis yang pernah bermasalah secara pidana pada Pilkada Sumatera Selatan dan Kota Palembang. Tekanan yang begitu besar dari media massa dan asosiasi (Persepi) membuatnya mulai tanggal 13 Juli 2014 menyatakan quick count kemenangan Prahara adalah rekayasa, dan dijelaskan oleh Y. Yazid– Direktur lembaga ini.
Berikutnya, riset JSI (Jaringan
Survey Indonesia) yang didukung oleh Prof. Didik J. Rachbini yang konon
juga dibiayai oleh Hary Tanoe, dan kepengurusan lembaganya bukan dari pelaku
profesional di bisnis ini. Namun key words mendahului “kebenaran”, maka
publik melalui opini publik di media massa dipaksa menunggu hasil resmi dari
KPU tanggal 22 Juli 2014.
Emosi yang
ditunjukkan Prabowo ketika mendeklarasikan kemenangan dengan dasar 4 riset
abal-abal telah mampu meyakinkan publik untuk menunggu hasil resmi. Bahkan SBY
pun segera memanggil Jokowi–JK dan Prabowo–Hatta ke Cikeas untuk memastikan
bahwa jangan dulu mengadakan perayaan kemenangan, karena berpotensi konflik horizontal di lapangan, dengan
meneruskan situasi siaga satu agar “waktu dan ruang” yang ada untuk Kubu
Prahara mengubah situasi, baik setting publik opini maupun “kerja dalam proses
penghitungan di KPU”. Hal ini terbukti bahwa di lapangan frekuensi (KPU data
C1) kecurangan ditemui 80% dari Kubu Prabowo–Hatta dan 20% dari Kubu Jokowi–JK.
Keberhasilan
SBY/Pemerintah untuk meyakinkan keadaan bahwa “tunggu tanggal 22 Juli 2014”
adalah pemberian ruang kepada Kubu Prahara untuk melakukan kecurangan dalam
penghitungan data. Dimana ingin dibalik bahwa yang menang 52% adalah Kubu
Prahara, sementara satu-satunya yang menyatakan angka seperti itu hanya
Puskabtis yang sudah menganulir hasilnya ??? Namun elit dan publik berpikir
lebih baik menerima permintaan Presiden RI untuk “tunggu tanggal 22 Juli 2014”
dari pada ribut.
Pada hari
ketiga pasca 9 Juli 2014, Kubu Jokowi–JK merilis hasil hitung cepat melalui IT
milik Nasdem yang sudah direkap hampir 70% dengan kemenangan di Kubu Jokowi–JK
53%. Tak mau kalah, Kubu Prahara juga melakukan hal yang sama dengan merilis
kemenangan melalui IT PKS dimana Prahara menang tipis 52,87%. Kembali score
1–1. Ini bagian strategi defensif Kubu Prahara dalam propaganda dan agitasi.
Bahkan Kubu
Prahara melalui Fadli Zon (Sekretaris Timses Prahara) melakukan manuver dengan
mengadukan ke Mabes Polri pada Selasa, 15 Juli 2014:
- RRI, karena milik BUMN menggunakan APBN untuk Quick Count;
- Indikator dan Buhanuddin Muhtadi, karena menyatakan “Jika Jokowi–JK kalah di 22 Juli 2014 berarti KPU ngawur”;
- Akbar Faisal, karena membuat pernyataan “Jokowi – Presiden Republik Indonesia” tanpa menyebut versi quick count, karena SBY masih Presiden RI.
- LSI – Denny J.A., yang mensosialisasikan awal bahwa “Jokowi – JK memenangkan Pilpres 2014”.
Hal ini
bertujuan bahwa 8 pelaku quick count yang memenangkan Jokowi – JK juga
rekayasa. Bagi publik awam, ternyata hal ini sangat efektif, apalagi sentimen
itu disosialisasikan melalui sosial media secara gencar. Kelemahan pengetahuan
publik mengenai quick count mengakibatkan hal ini kembali diterima
publik secara publik opini. Jika yang mengerti hal ini, sebenarnya Kubu Prahara
sudah masuk “danger zone”, karena hasil akhir jika dilakukan proses
rekapitulasi dan tidak ada pemalsuan form C1, tidak akan ada perubahan hasil.
Prahara ingin mengoptimalkan perang dengan memanfaatkan “ruang dan waktu” untuk
bermain di proses penghitungan suara. Harus diakui bahwa Kubu Prahara lebih
unggul dalam hal ini, sementara Kubu Jokowi–JK pasif dengan hanya mengawasi dan
mengantisipasi.
Kubu Jokowi –
JK tidak optimal mengartikulasikan apa itu Quick Count.
Sebenarnya
hasil Quick Count jika dilakukan oleh lembaga kredibel, metodologi yang
benar, sampling yang tepat, dan aparat lapangan bekerja sesuai sistem
dan methodologi, pasti hasilnya sama dengan penghitungan KPU 22 Juli 2014.
Sayangnya situasi ini sudah diperkuat dengan deklarasi dan tangis MSP di saat
penghitungan cepat 9 Juli 2014 yang lalu. Situasi ini langsung di-manuver oleh
Kubu Prahara, dan di-endorsement oleh SBY. Sungguh kerjasama yang
“cantik” dengan alasan stabilitas nasional. Lalu diperkuat pernyataan Prabowo,
apapun hasil 22 Juli 2014 akan dia terima, sementara Kubu Jokowi–JK tidak
pernah menyatakan hal tersebut. Kenyataannya itu strategi licik untuk memberi
ruang dan waktu untuk oknumnya bekerja dalam proses rekapitulasi suara di KPU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar