Senin, 09 Juni 2014

Strategi JW Keluar dari Masalah Anggaran


Kemandirian adalah soal kebijakan APBN
Anggaran berimbang bisa terjadi jika kebijakan APBN ditetapkan pengeluaran akan sama besarnya dengan pendapatan, atau dengan kata lain, bukan defisit seperti selama ini.
Kita tahu itu maunya IMF, World Bank, dan ADB agar kita tetap tergantung dengan utang luar negeri yang saat ini mencapai Rp 3.000 triliun (swasta 52%, negara 48%) atau 30% dari PDB Indonesia. Seharusnya utang luar negeri ditetapkan dengan UU/APBN, bukan inisiatif pemerintah semata. Utang dijadikan alat kontrol untuk kebijakan strategis negara pengutang. Hampir tidak mungkin kebijakan pro-rakyat yang menjadi prioritas jika diadu dengan kebijakan pro-pasar. Lihat saja setelah Soeharto, kebijakan swasembada pangan dan mensubsidi sembako via Bulog. AS dan IMF begitu bersemangat untuk kebijakan APBN anti subsidi pangan maupun BBM. Bahkan lebih menyarankan safety net pola charity (BLSM). Dari segi cash flow versi korporasi memang itu tidak sehat, tapi dari segi keuangan negara, subsidi adalah sarana mensejahterakan rakyat, namun harus tepat sasaran.
Momentum untuk kemandirian sudah di depan mata dengan kontribusi pajak hampir 71% (pada tahun 2014) Rp 1.300 triliun dan Rp 1.500 triliun (79%) dari RAPBN 2015 pemasukan negara yang mencapai Rp 1.912 triliun. Jika dengan PNBP Rp 419 triliun di tahun 2015 (21%), seharusnya pengeluaran APBN ini menjadi PR utama sektor keuangan JW, yang pasti jika tidak mencapai Rp 2.115 triliun. Namun kebijakan APBN selalu defisit, oleh karena itu tetap berutang. Jika mashab keuangannya berbau neolib, pasti akan membenarkan rutinitas seperti ini dan tidak akan ada perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar