Tak bisa dipungkiri bahwa massa Islam yang besar
hanya ada di dua organisasi, Muhammadiyah dan NU. Untuk mendekati NU,
Prabowo membuat ASWAJA di Jawa Timur jauh hari sebelum Pileg berlangsung. Namun
keliru sudut pandang relatif ASWAJA tidak “nendang”. Lalu berulang kali
mendekati NU Struktural melalui endorsement
Said Aqil Siradj (Ketua Umum). Di sini, semakin kita lihat Tim Prabowo keliru
dalam melihat massa NU. NU Struktural yang berbasis massa hanya Muslimat NU
pimpinan Khofifah Indar Parawansa (Juru bicara Jokowi–JK), dan Anshor pimpinan
Nusron Wahid, yang baru saja dipecat dari Partai Golkar. Secara kultural dua
organisasi ini mencapai 70% Nahdiyin (basis perempuan dan pemuda). NU
Struktural tidak punya jalur komando ke Nahdiyin, karena Nahdiyin dikuasai oleh
Kiyai-kiyai pemilik pondok pesantren (NU kultural). Lalu secara politis structural,
sebagian Nahdiyin di PKB jelas-jelas mendukung Jokowi–JK. Walau kita tahu di
kotak suara tanggal 9 Juli 2014 tetap bebas dan rahasia, namun secara
kuantitatif suara milik kiyai-kiyai kultural dan struktural melalui Muslimat
dan Anshor (Pemuda). Walaupun begitu, Prabowo tetap galang sayap Anshor (Satgas).
Banser yang di-claim se-Jawa Timur
(padahal tidak seperti itu).
Jadi seringkali Prabowo dapat laporan “ABS” (asal
bapak senang), seperti juga di HKTI. Faktanya HKTI Oesman Sapta sekarang
mendominasi organisasi ini dan mendukung Jokowi–JK, padahal massa organisasi
ini berjumlah besar.
Lalu bagaimana dengan Muhammadiyah yang tergolong
lebih terdidik dan rasional? Juga terjadi hal yang sama. Pihak Prabowo lebih
mendekati kubu struktural di beberapa daerah, padahal kekuatan utama
Muhammadiyah adalah di ustad-ustad di masing-masing daerah. Memang Muhammadiyah
Struktural, PP. Muhammadiyah punya jalur komando kepada unit-unit usaha
(terbesar rumah sakit dan sekolah). Tapi saat ini untuk tokoh, rata-rata
memegang Buya Syafii Maarif, bukan Amin Rais dan juga Din Syamsuddin. Tercatat
justru Buya Syafii Maarif pendukung fanatik Jokowi.
Dalam hal pendekatan massa Islam, Jokowi lebih
cerdas, karena rasionalitas semua orang pasti lebih menyukai Jokowi–JK.
Walaupun demikian, awalnya pihak Prabowo membuat kampanye hitam bahwa JW
keturunan Cina, padahal faktanya buyutnya tokoh Islam besar di Solo (Kiyai
Abdul Jalal), dan ibunya seorang wanita soleha. Dengan memperlihatkan foto-foto
Jokowi saat naik Haji dan Umroh, kampanye hitam tersebut gagal.
Lalu lebih konyol lagi, diisyukan bahwa Jokowi
Islam Syiah karena berfoto dengan istri Jalaludin Rahmat – tokoh Syiah di
Indonesia yang juga kader PDIP. Ini lebih mudah lagi dipatahkan oleh kubu
Jokowi, karena dia lebih abangan dan dikenal oleh publik Solo.
Jadi Prabowo salah strategi dalam menggalang massa
Islam, Dapat disimpulkan bahwa Prabowo hanya mampu menjaring Islam rasional
kota (non Muhammadiyah) yakni dari PKS dan PBB (Islam kanan), yang secara
kuantitatif sangat terbatas jumlahnya. Jadi dapat dipastikan, untuk massa
Islam, Jokowi memenangkan 65%, dan Prabowo 35%.
Dengan demikian, secara kuantitatif Jokowi akan
memenangkan Pilpres 2014 antara 55% - 60%, karena massa Islam merupakan 90%
penduduk Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar