Kemandirian Nasional
Kemandirian nasional adalah cita-cita semua negara merdeka.
Indonesia tidak akan aman sejahtera jika tidak berdaulat dalam menentukan
kebijakan politik, ekonomi dan hukum. Rakyat akan hanya jadi objek, bukan aktor
pembangunan dengan kebijakan pro-pasar. Kebijakan ini seperti diketahui,
didikte oleh pihak asing dengan skema IMF – World Bank sehingga terjebak dalam
skema middle income trap yang membuat ekonomi sangat terbatas
pertumbuhannya. Selanjutnya, dalam merencanakan pembangunan dan kebijakan
anggaran, digiring ke “pro-pasar” dan menghalangi yang pro-rakyat (UKM,
subsidi, pertanian dan kelautan), termasuk subsidi. Anggaran selalu diikuti
dengan utang baru dengan cicilan pokok, serta pembayaran bunga yang
memberatkan APBN.
Salah satu wujud kemandirian nasional adalah jika presiden
tidak menjadi boneka pihak asing.
Jadi kemandirian nasional adalah sikap politik dasar dari JOKOWI
dan PDIP, yang telah dilahirkan Bung Karno (di masa kepemimpinannya), yang
disebut dengan nama Trisakti. Dengan perwujudan kedaulatan politik, ekonomi dan
hukum serta budaya sesuai kebijakan dan orientasi yang telah diatur dalam UUD
1945. Jadi pro-rakyat dan berdaulat untuk kemandirian ekonomi nasional adalah
sesuai dengan perintah konstitusi.
Harus Zaken Kabinet
Kabinet Ahli (zaken) harus jadi dasar utama JOKOWI-JK dalam
menyusun kabinet. Kabinet SBY-Boediono menjadi contoh buruk soal bagi-bagi
kekuasaan, karena akhirnya Kementerian hanya jadi ATM partai. Keahlian sangat
diperlukan dalam kemandirian nasional. Bagaimana Soeharto dalam menentukan
Kabinet Pembangunan I sampai dengan III adalah contoh baik. Di bidang politik
sangat powerfull karena targetnya stabilitas politik. Di bidang ekonomi
dengan merekrut Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Emil Salim, Prof. Sumarlin
(ekonom UI), merupakan dasar JOKOWI dalam menentukan penyusunan kabinet. JOKOWI harus
tegas untuk Menteri Ekonomi (100% ahli), untuk bidang politik bisa bernegosiasi
dengan partai (PDIP dan partner koalisi), begitu juga di bidang kesejahteraan
rakyat. Pemerintahan JW dengan perencanaan nasional dari BAPPENAS operasional
pembangunan, kementerian secara administratif pembangunan, dikoordinir oleh
SESKAB/SEKDALOPBANG, dan diawasi oleh IRJENBANG, dengan parameter terukur,
sehingga dengan sistem ini para menteri harus perform dan profesional,
sehingga kinerjanya terukur dan punishment diganti jika tidak ada
perubahan.
JOKOWI tidak bisa kompromi untuk bidang ekonomi dengan platform
kemandirian nasional secara politik dan ekonomi memerlukan super team
di kabinet, khususnya kabinet di bidang ekonomi.
Rekonsiliasi Nasional
Salah satu keberhasilan JOKOWI sebagai Presiden, jika dia dapat
melakukan sekutu taktis. Sekutu dengan partai yang secara ideologis harus ikut
ideologi nasionalisme (PDIP) yang sangat pro-rakyat. Jika di tingkat parpol
terjadi kesepakatan, lebih jauh JOKOWI harus merangkul seluruh elemen masyarakat
untuk bersatu menghadapi seluruh permasalahan bangsa dan mencari solusi, agar
di-endorsement oleh seluruh elemen bangsa Indonesia. Seyogyanya hal
demikian akan memudahkan nantinya setiap kebijakan JOKOWI (Eksekutif) untuk
diterima oleh parlemen di Senayan. Rakyat jadi saksi ketika fakta integritas
ditandatangani dan merupakan momentum nasional yang menjadi rekonsiliasi
nasional. Ujungnya harus diikuti dengan moratorium nasional untuk para
koruptor, khususnya BLBI agar mereka menjadi bagian dari langkah awal Indonesia Bersatu.
Ke depannya jika Indonesia akan mandiri, tentu harus siap
menghadapi tantangan dari tekanan pihak asing melalui IMF dan Bank Dunia.
Kemandirian nasional wujud dari kedaulatan nasional yang dapat menentukan
kebijakan sendiri, tanpa diintervensi jika kebijakan pro-rakyat dan dituntut
seliberal mungkin. Middle income trap melalui IMF harus segera diakhiri
karena kita tidak butuh utang, dan sanggup membiayai negara dengan pendapatan
sendiri. Indahnya kemandirian wujud dari rakyat berdaulat, bersatu kita teguh
bercerai kita runtuh akan dirasakan manfaatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar